Di dalam era perdagangan global saat ini, peranan merek menjadi sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat dan berkompetitf. Dalam dunia usaha khususnya di bidang perdagangan, merek mempunyai arti yang sangat penting dan tak ternilai harganya, karena sebuah merek tidak hanya sekedar nama saja, tetapi mencerminkan harga diri perusahaan, pengalaman perusahaan, dan jaminan mutu atas produk barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan.
Selain itu, merek juga merupakan pencerminan terhadap tingkat kepercayaan konsumen terhadap suatu barang dan/atau jasa. Konsumen yang merasa puas dengan suatu produk dengan merek tertentu akan kembali membeli produk-produk lainnya dengan merek tersebut dimasa yang akan datang. Suatu merek terkenal lebih mudah untuk dipasarkan kepada konsumen, sehingga lebih banyak mendatangkan keuntungan financial bagi perusahaan atau pelaku usaha dagang dan/atau jasa.
Di masyarakat Indonesia ada kecendrungan lebih menyukai pemakaian produk dari luar negeri (label minded) apalagi kalau itu adalah merek terkenal seperti: Guci, Luis Vuiton, Hermes, Chanel dan lain-lain. Akan tetapi tingkat daya beli masyarakat Indonesia masih rendah terhadap barang-barang terkenal tersebut, karena pembisnis menawarkan barang-barang fashion tersebut dengan harga yang sangat tinggi, sehingga tidak semua kalangan bisa membelinya.
Sementara keinginan konsumen besar untuk memakai produk dengan merek terkenal tersebut. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah supaya masyarakat lebih memilih membeli barang dengan tampilan yang serupa bahkan sama persis, namun dengan kualitas dan harga yang sangat jauh dengan merek aslinya. Keadaan seperti ini yang dimanfaatkan oleh para pengusaha yang tidak bertanggungjawab, sehingga banyak konsumen yang tertipu dengan menggunakan merek yang sama, tetapi dengan kualitas yang berbeda.
Produsen asli awalnya sudah membuat aturan yang disepakati dalam sejumlah konvensi.
Selain konvensi Paris, terdapat juga konvensi lain seperti perjanjian Madrid 1891. Perjanjian Madrid dibentuk pada April 1891. Tujuan pembentukannya adalah mempermudah cara pendaftaran merek di berbagai negara secara sekaligus, yaitu di negara-negara peserta Konvensi Paris. Selain itu juga ada Madrid Agreement Concerning The Repression of False Indication of False Origin, pendaftaran Internasional terhadap merek Nasional di Biro Internasional di Bern dengan pengertian bahwa merek-merek tersebut harus terlebih dahulu menjadi merek nasional di negara asalnya.
Konsep dasar Madrid Protocol adalah satu aplikasi merek untuk mendapatkan perlindungan hukum di banyak negara. Dimana apabila calon pendaftar merek ingin mendaftarkan merek miliknya di banyak negara, maka cukup hanya mengajukan permohonan ke Direktorat Merek Drektorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM tertentu saja tidak perlu datang ke masing-masing negara yang dituju.
Dengan demikian, apabila Indonesia tidak meratifikasi Madrid Protocol, maka pemilik merek dari dalam negeri mau tidak mau harus mendaftarkan mereknya disetiap negara. Dan saat ini, Undang-Undang Merek Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis telah mengadopsi perjanjian Madrid Protocol. Indonesia sudah resmi menjadi anggota Madrid Protocol yang ke 100 di Depan Sidang Umum World Intellectual Property Organization (WIPO) ke 57 di Jenewa Senin 2 Oktober 2017. Untuk menindaklanjuti hal tersebut pemerintah Indonesia melalui Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden (Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2017 tentang Aksesi Protocol Madrid).
Keseriusan pemerintah dalam upaya perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) khususnya hak merek terkenal yang ada di Indonesia sudah dibuktikan dengan menyempurnakan peraturan hukum yang berlaku salah satu bentuk nyata adalah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, sudah lebih baik dibandingkan Undang-Undang Merek yang lama khususnya dalam upaya perlindungan hukum merek terkenal yang tidak terdaftar di Indonesia.
Untuk mendapatkan perlindungan di luar negeri, maka pemohon harus mendaftarkan sendiri di masing- masing negara yang dikehendaki dengan menunjuk konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terdaftar yang wilayah kerjanya meliputi negara tersebut untuk menjadi kuasa permohonan pendaftaran merek. Dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal penerimaan pertama kali di Indonesia, pemohon bisa mengajukan permohonan pendaftaran untuk merek yang sama untuk barang/jasa sejenis di negara lain yang sama-sama menjadi anggota Konvensi Paris dan mendapatkan tanggal penerimaan yang sama dengan tanggal penerimaan di Indonesia dengan menggunakan Hak Prioritas.
Dalam pasal 52 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menambah ketentuan mengenai “permohonan pendaftaran merek internasional” yaitu mengenai permohonan yang berasal dari Indonesia ditujukan ke Biro internasional dan permohonan yang ditujukan ke Indonesia sebagai salah satu negara tujuan dari Biro Internasional.
Selanjutnya ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran merek internasional berdasarkan Protocol Relating To the Madrid Agreement Concerning the International Registration of Marks yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Saat ini Indonesia sudah resmi menjadi anggota Madrid Protocol yang ke 100, sehingga memudahkan dalam proses pendaftaran yang akan berlaku di 99 negara anggota Madrid Protocol.***