Cari Opini


Home >> Opini >> Dian Oka Putra (PPH BPJPH UIN SUSKA Riau/Anggota MUI Provinsi Riau)

Opini
Dian Oka Putra (PPH BPJPH UIN SUSKA Riau/Anggota MUI Provinsi Riau)

Memboikot Produk Halal dalam Islam

Rabu, 15 November 2023 WIB

Memboikot Produk Halal dalam Islam

Setelah keluarnya Fatwa MUI No.83 Tahun 2023 dengan menetapkan bahwa memberikan dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina. Dalam fatwa tersebut juga tertuang tentang larangan kepada masyarakat untuk menggunakan produk-produk yang terafiliasi kepada Israel. Jika kita lihat produk-produk yang terafiliasi kepada Israel beredar luas di Indonesia dan justru produk-produk tersebut menjadi kebutuhan pokok di tengah masyarakat. Ditambah produk-produk tersebut memiliki nilai ekonomis yang siginifikan dari produk-produk kompetitor yang lain. 

Jika keterkaitan produk-produk tersebut dilihat dari afiliasi mereka terhadap Israel maka banyak pemilik usaha tersebut mendukung agresi militer Israel ke jalur Gaza Palestina. Baik secara terang-terangan dan secara tersembunyi. Banyak produk-produk yang telah beredar luas yang dikaitkan dengan afiliasi Israel. Hal ini menimbulkan pertanyaan karena hampir seluruh produk tersebut telah terdaftar sebagai produk halal dengan bukti menempelkan logo halal dan nomor kehalalannya baik itu produk makanan, minuman dan kebutuhan lainnya. Selanjutnya bagaimana kita menyikapi hal demikian terhadap peran kita dalam mendukung perjuangan palestina berdasarkan Fatwa MUI No.83 Tahun 2023 tersebut.   

Sebenarnya secara nyata produk-produk makanan dan minuman yang beredar luas yang berafiliasi kepada Israel hampir semua telah bersertifikat halal. Dan kehalalan tersebut  tetap halal dan tidak akan berubah selama pelaku usaha berkomitmen terhadap kehalalan tersebut. Dan halalnya produk tersebut tidak akan berubah setelah keluarnya fatwaa MUI. Secara zat atau produknya, perubahan halal menjadi haram terjadi jika ada penggunaan bahan haram atau ada kontaminasi dari fasilitas atau lingkungan yang menyebabkan masuknya bahan haram ke produknya. Produk-produknya tetap halal selama masih memenuhi kriteria kehalalan. Tetapi yang menjadi keharamannya adalah aktivitas dan perbuatan pemilik produk dalam mendukung pembantaian di Gaza.

Dalam Fatwa MUI hanya dituliskan bagi yang mendukung aksi agresi, baik secara langsung dan tidak langsung itu yang diharamkan. Jadi, yang diharamkan adalah perbuatan dukungan tersebut dan bukan barang yang diproduksi. Namun secara esensi dalam fatwa MUI tersebut adalah bagaimana kita mencoba melakukan perlawanan terhadap agresi Israel di Jalur Gaza dengan cara memboikot produk-produk yang berafiliasi kepada Israel sebagai bentuk dukungan terhadap perjuangan bangsa Palestina dengan tujuan agar boikot tersebut berdampak terhadap perekonomian pendukung agresi Israel tersebut. 

Dalam sejarah Islam yang melakuan boikot atau embargo pertama kali justru adalah kaum kafir Quraiys. Apa yang di alami rakyat Palestina di Jalur Gaza sesungguhnya merupakan pengulangan dari apa yang menimpa Rasulullah SAW dan para sahabat yang diembergo total kafir Quraisy. Seperti juga kaum Zionis, penentangan kafirin terhadap dakwah Islam senantiasa di lakukan dengan berbagai cara. Untuk menggoyahkan pilar-pilar dakwah Islam, mereka biasanya selalu mengawali dengan cara-cara yang terlihat manis.

Mereka menawarkan kehidupan yang jauh lebih baik, jauh lebih nyaman, seperi harta yang lebih banyak, rumah yang bagus, kendaraan yang mewah, dan juga para perempuan yang cantik, agar para pejuang dakwah mau berkompromi dengan kafirin tersebut. Jika cara tersebut tidaklah menghentikan dakwah Islam yang di lakukan para pejuang dakwah, maka barulah kaum kafir melancarkan cara-cara kekerasan yakni dengan teror, ancaman intimidasi, dan bahkan dengan pembunuhan yang bisa diakukan dengan menggelar peperangan atau pembunuhan secara diam-diam. semua ini masih dilakukan oleh kaum kuffar sampai sekarang di manapun berada.

Demikianlah, cara pertama ternyata tidaklah membuat Rasulullah SAW dan para sahabat goyah. dengan intimidasi dan terror pun ternyata tidak mempan. Akhirnya kenyataan ini membuat kafir Quraisy memakai jalan terakhir yakni peperangan. Dengan segenap mereka kekuatan yang mereka miliki, kaum kafir Quraisy malakukan pemboikotan total terhadap Rasulullah SAW dan para sahabatnya. 

Mereka menulis selembar kesepakatan pemutusan hubungan total dengan Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib. Pengumuman itu berisi bahwa barang siapa yang setuju dengan ajaran agama Muhammad SAW, berbelas kasihan pada seseorang pengikut yang masuk Islam, atau memberi tempat singgah kepada salah seorang dari mereka, maka ia dianggap sebagai kelompoknya dan diputuskan hubungan denganyna: Tidak boleh menikah dengannya atau menikahkan dari mereka, dan Tidak boleh berjual beli (muamalah) dengan mereka. 

Untuk memberi pesan kepada umat Islam bahwa sikap mereka sungguh-sungguh, maka pengumuman itu ditempelkan salah satu sudut Ka‘bah. Bahkan salah seorang tokoh Quraisy, Abu Lahab mendatangi para pedagang di pasar dan berkata lantang: Wahai para pedagang! Naikkan hargamu kepada sahabat-sahabat Muhammad Shallahu‘alaihi Wasallam sehingga mereka tidak membeli apapun. Kalian semua sudah mengetahui kekayaanku, dan kalian sudah tahu bahwa saya akan mengganti dagangan kalian semua, tidak akan ada kerugian atas kalian sudah tahu bahwa kalian menepati janjiku, saya akan mengganti dagangan kalan semua, tidak aka nada kerugian atas kalian.

Orang-orang Arab yang mengikuti Nabi Muhammad SAW saat itu sebenarnya tidak saja terdiri dari umat Islam, namun yang masih dalam kekafiran pun ikut. saat itu Bani Hasyim dan Bani Muththalib, para pengikut Rasulullah SAW, belum semua bersyahadat. Namun walau demikian, mereka ikut dengan Rasulullah SAW dan sama-sama berlindung dari penindasan kaum musyrikin Quraisy. Mereka yang masih kafir bergabung dengan motivasi kesukuan, sedang yang muslim tentu dengan motivasi akidah. Boikot total kaum musyrikin kafir Quraisy berlangsung selama tiga tahun. hal ini mengakibatkan para pengikut Rasul SAW sampai memakan daun-daunan untuk bisa bertahan hidup. Melihat ini semua, warga Mekkah pun geger.

Pemboikotan terhadap Rasulullah SAW dan para pengikutnya pun dengan kemenangan di pihak al-haq. Apa yang dialami rakyat Gaza bertahun-tahun, diboikot total oleh Zionis Israel dan para sekutunya, tidak akan mampu menghancurkan akidah Islam yang telah tertancap kuat di dalam dada mereka. Selama mereka bertahan dengan memegang tali Allah SWT dengan sangat kuat, maka selama itu mereka bertahan memegang tali Allah SWT dengan sangat kuat, maka selama itu mereka akan meraih kemenangan. Dan seluruh umat Islam yang berada di luar Palestina, wajib hukumnya fardhu‟ain, untuk membantu mereka meringankan penderitaan yang di timpakan musuh-musuh Allah SWT. Jika yang mampu, berjihadlah untuk ke tanah Palestina memerangi tentara Zionis. Dan bagi yang di amanahi kekayaan duniawi yang banyak, gunakanlah uangmu di jalan Allah SWT dengan membantu para mujahididn yang berperang meninggikan kalimat Allah SWT

Selanjutnya bagaimana pendapat ulama tentang cara boikot yang dilakukan saat ini. Ulama Hanafiah mendefinisikan Al-Hajru/Boikot dengan pernyataan atau larangan terhadap larangan tertentu yang berhubungan dengan oang tertentu dari transaksi (akad) tertentu untuk mrenggunakan dan mengambil keuntungan dari transaksi tersebut. Maksud tersebut larangan untuk menggunakan harta terhadap anak kecil, orang gila, orang bangkrut, baik itu berupa transaksi jual beli pinjam meminjam, hibah, wakaf dan yang lainya yang masih berhubungan dengan harta. Namun jika transaksi itu tidak ada kaitanya dengan harta secara langsung seperi adanya akad nikah, talak maka hal tersebut tidak ada larangan.

Kemudian  ulama Syafi’iyah mendefinisikan Al-Hajru/Boikot dengan larangan transaksi terhadap harta karena adanya sebab-sebab tertentu. Transaksi yang dilakukan selain harta tidak dilarang (tidak dilakukan pengampuan). Dengan demikian dibolehkan bagi orang bodoh, orang sakit dan orang bangkrut untuk melakukan transaksi dalam hal talak dan mengungkapkan kewajiban terhadap suatu hukuman. Begitu juga dibolehkan bagi mereka untuk melakukan ibadah badaniyah baik itu ibadah wajib maupun ibadah sunnah. Sementara anak-anak, oang gila tidak boleh malakukan transaksi secara mutlak.

Ulama Malikiyah mendefinisikan Al-Hajru dengan sifat (tindakan) yang bijaksana (yang ditunjukan oleh syara) yang diwajibkan larangan terhadap pelaksanaan transaksi pada pentabaru‘an terhadap 1/3 dari hartanya, yaitu larangan terhadap anak-anak di bawah umur, orang gila orang bodoh (al safih) orang bangkrut dan lain-lain. Bahwasanya mereka dilarang melakukan transaksi terhadap harta mereka karena ketidak mampuan mereka melakukanya. Meskipun ada diantara mereka melakukan transaksi jual beli terhadap suatu barang, maka hal itu di anggap tidak sah dan tidak berarti kecuali mendapat izin dari walinya.

Ulama Hambaliah mendefinisikan Al-Hajru dengan larangan pemilikan dari transaksi sesorang terhadap hartanya, baik larangan tersebut sebelum disyariatkan, seperti anak kecil, orang bodoh, orang gila maupun diputuskan oleh seorang hakim terhadap pembeli barangnya sampai dia memutuskan. Sayyid Sabiq mengartikan Al-Hajru dengan larangan terhadap manusia untuk mentasharuffkan hartanya.

Jadi dalam sejarah Islam upaya pemboikotan sangat efektif terhadap perekonomian lawan sebagai upaya perlawanan dan perjuangan terhadap dukungan kepada Palestina. Namun harus digarisbawahi pemboikotan dilakukan jika memang sudah turunnya fatwa dari ulama setempat dan produk yang diboikot memilki produk yang sama untuk menggantikan penggunaan produk yang diboikot. 

Hukum asal barang-barang yang diboikot tersebut tetap halal secara syara’ namun tujuan utama pemboikotan produk-produk tersebut adalah untuk bertaubatnya pemilik usaha dan melumpuhkan perekonomian mereka. Wallahu a’lam.*** 

Oleh Dian Oka Putra, PPH BPJPH UIN SUSKA Riau/Anggota MUI Provinsi Riau.






riau pos PT. Riau Multimedia Corporindo
Graha Pena Riau, 3rd floor
Jl. HR Soebrantas KM 10.5 Tampan
Pekanbaru - Riau
E-mail:riaupos.maya@gmail.com