PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Kepala Perwakilan BKKBN Riau Mardalena Wati Yulia mengatakan, berdasarkan data SSGI 2022 diketahui prevalensi stunting di Kampar turun dari 25,7 persen menjadi 14,5 persen. Tentunya hanya perlu menurunkan 0,5 persen untuk dapat mencapai target yang ditetapkan presiden yakni 14 persen tahun 2024. Namun tentu saja tetap tidak boleh lengah.
"Dengan angka stunting yang sudah turun, tentunya kita tidak boleh lengah. Mengingat masih terjadi lonjakan angka stunting di beberapa daerah di Riau," jelasnya saat membuka sosialisasi internalisasi pengasuhan balita dalam rangka percepatan penurunan stunting kepada masyarakat di aula Kantor Lurah Bangkinang, Kabupaten Kampar, kemarin.
Dikatakannya, pencegahan stunting ini tentunya tidak bisa hanya dilakukan BKKBN atau Dinas PPKBP3A, melainkan diperlukan peranan dan sinergi dari semua pihak.
"Salah satu sinergi yang sudah dibangun adalah dengan penandatanganan MoU dengan KUA dan Kemenag untuk melakukan screening pada calon pengantin yang akan menikah sebagai upaya pencegahan stunting dari Hulu," lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PPKBP3A Kampar Edi Afrizal mengatakan pihaknya telah berupaya melakukan pencegahan stunting melalui pembentukan Tim Pendamping Keluarga dan Tim Percepatan Penurunan Stunting hingga ke tingkat desa.
"Saat ini kami memiliki 447 TPK yang terdiri dari kader KB, kader PKK dan bidan desa. Kader inilah yang nantinya akan mendampingi 4 sasaran pencegahan stunting, mulai dari calon pengantin, ibu hamil, ibu pascabersalin, hingga ibu yang memiliki bayi dua tahun," ujarnya.
Ditambahkannya, selain calon pengantin, 1.000 Hari Pertama Kehidupan juga menjadi perhatian serius dalam upaya pencegahan stunting. 1.000 HPK ini dimulai sejak saat ibu dinyatakan hamil sampai dengan anak berusia dua tahun. Masa ini disebut juga dengan masa emas, karena 80 persen perkembangan otak terjadi di 1.000 HPK, setelah itu memang masih bisa terjadi penambahan, namun hasilnya tentu tidak akan maksimal.
"Oleh karena itu peserta yang dihadirkan merupakan ibu hamil, ibu yang memiliki baduta dan ibu pascasalin. Harapannya pertemuan ini bisa menambah bekal dan pemahaman peserta terkait pentingnya 1.000 HPK mulai dari pemenuhan gizi hingga bagaimana pola pengasuhan yang baik. Sehingga nantinya akan lahir anak sehat bebas stunting dan cita-cita Indonesia Emas 2045 dapat diraih," harapnya.(zed)
Laporan Elvi Chandra, Pekanbaru